Ada Apa di Pangkalan?

Pangkalan memiliki sumber daya alam yang melimpah dibanding wilayah lain yang ada di karawang. Terutama adalah wilayah Pegunungan kapur atau Karst yang ada di tiga desa di Pangkalan.

Cuma sayangnya sumber daya alam ini tidak bisa diperbaharui. sehingga kalau rusak ataupun sengaja di rusak, akan apa yang terjadi?

Karst adalah suatu wilayah geografis di permukaan bumi yang dicirikan oleh bentuk-bentuk yang khas, berupa bukit-bukit berbentuk kerucut atau kubah atau bahkan menara dengan lembah-lembah membulat atau lonjong di antaranya. Ciri morfologi yang paling spesifik adalah banyaknya gua, baik yang mempunyai bentuk mendatar ataupun vertikal.
Morfologi unik tersebut adalah produk dari proses pelarutan batuan berpuluh ribu tahun. Proses itu terutama sangat signifikan pada jenis batuan yang mudah terlarut jika bereaksi dengan air, yaitu pada batu gamping atau batu kapur. Secara lebih khas proses pelarutan tersebut dikenal sebagai karstifikasi.
Karstifikasi akan terjadi terutama pada batuan dengan kandungan karbonat CaCO3 tinggi, batuannya berlapis mendatar dengan banyak retakan, terjadi sirkulasi air tanah yang
dinamis di dalam tubuh batuan, dan terletak pada wilayah dengan curah hujan tinggi. Hujan yang jatuh ke permukaan batuan karbonat akan meresap masuk ke tubuh batuan melalui retakan. Selama proses itu, air hujan, terutama yang kaya kandungan karbon dioksida CO2 akan bereaksi dengan karbonat menghasilkan unsur kalsium yang terlarut dan asam bikarbonat.
Uniknya proses reaksi kimia tersebut berjalan dua arah. Jadi kalsium yang terlarut akan bereaksi balik membentuk kristal-kristal karbonat kembali, di antaranya membentuk stalaktit dan stalagmit. Proses-proses luar biasa tersebut tentu berlangsung tidak dalam waktu singkat. Misalnya, hasil penelitian ITB-Kyoto University di Gua Buniayu di Sukabumi menunjukkan bahwa satu batang stalagmit diketahui mempunyai kecepatan pertumbuhan hanya 1 cm dalam 25 tahun! Bahkan di Gua Petruk, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, sebuah stalaktit tumbuh dengan kecepatan 1 cm/60 tahun!
Dengan cirinya yang dapat menyimpan dan mendistribusi air tanah dalam jumlah besar, kawasan karst adalah sumber air bersih yang sangat potensial. Gua-guanya selain berfungsi sebagai jalan bagi aliran sungai bawah tanah, hiasan guanya sangat indah dan unik, membuat banyak kolektor kesengsem untuk memotong dan membawanya pulang. Gua juga rumah bagi tumbuhan khas dan beribu-ribu walet dan lalay atau kelelawar pemakan serangga yang berfungsi sebagai penyeimbang ekologis. Belum lagi potensi gua sebagai kemungkinan situs-situs prasejarah atau sejarah, seperti di Gua Pawon di Padalarang Jabar, atau gua-gua di Gunung Sewu, Jateng-Jatim, serta gua-gua di seluruh dunia.
Itulah beberapa alasan mengapa kita tidak boleh sembarangan mengeksploitasi kawasan karst.
Uniknya Karst Pangkalan
Secara geologis, Karst Pangkalan merupakan bentang alam yang terbentuk pada formasi batu gamping berumur Miosen Tengah-Akhir, kira-kira 10 – 15 juta tahun yang lalu yang dinamakan Formasi Parigi. Batuannya berupa batu gamping terumbu. Hal itu menunjukkan bahwa pada kala itu, daerah pangkalan merupakan laut dangkal yang ditumbuhi terumbu karang yang tumbuh subur pada kondisi iklim hangat dengan air laut yang jernih. Saat terangkat sekarang ini, terumbu itu telah berubah menjadi wilayah perbukitan dengan ketinggian 50 – 120 m di atas permukaan laut sekarang.
Karst Pangkalan, sebagaimana Kawasan Karst Kelas I lainnya, mempunyai nilai-nilai sos-ek-dik-bud yang tidak dapat dipisah sendiri-sendiri. Kawasan ini yang tersebar luas di Desa Tamansari diketahui mempunyai banyak gua yang belum banyak diteliti. Gua-gua yang merupakan gua vertikal dan berupa lubang di permukaan tanah umumnya merupakan ladang panen sarang walet yang potensial untuk peningkatan ekonomi masyarakat setempat.
Sedikitnya terdapat 17 gua dengan potensi sarang walet, yaitu Luweng Pangambuh, Cibunut, Cimiring, Sempit, Keman, Cisumur, Sitela, Gede, Sipeleng, Cileuwi, Haji, Situmeja, Silonong, Cibenda, Ja`in, Cikandil, dan Cimandor. Ada empat gua sebagai sarang lalay, yaitu di Luweng Bahu, Sikondang, Gua Lumpang, dan Masigit. Ada empat gua tempat masukan air dan sungai bawah tanah, yaitu di Luweng Gede, Cibadak, Baucinyusup, dan Sitamyang. Sebuah gua dikeramatkan oleh penduduk setempat yaitu di gua berbentuk ceruk Song Paseban.
Selain itu, kawasan karst ini mempunyai sedikitnya dua mata air potensial. Pertama adalah Ciburial yang mempunyai debit air lebih dari 5 liter/detik. Mata air ini dikelola oleh PDAM untuk didistribusikan di Kecamatan Pangkalan yang meliputi tiga desa besar, yaitu Ciptasari, Tamansari, dan Jatilaksana. Mata air lain sekalipun tidak sebesar Ciburial, banyak dijumpai di kaki-kaki perbukitan karst, misalnya Citaman, yang menjadi pemasok air bersih utama bagi kampung-kampung di sekitarnya.
Banyaknya mata air karst tidak lepas dari kondisi lingkungan yang masih cukup berhutan di wilayah perbukitan. Tentu saja keberlangsungan air bersih akan terjaga jika wilayah hutan dipertahankan. Maka jelaslah bagaimana fungsi antara hutan, lubang-lubang, dan gua-gua di permukaan tanah, serta gua-gua di dalam batuan menjadi satu sistem hidrologis yang kait-mengait. Satu unsur terganggu, seluruhnya akan binasa.

Yang di sayangkan Kawasan Karst tersebut  sebagian telah di kuasai Pihak Asing. Penguasaan tersebut baik berupa ijin tambangnya maupun menguasai lahan atau wilayahnya. Hal ini memungkinkan akan merusak ekosistem wilayah tersebut.

Sebagai masyarakat Pangkalan hanya bisa berharap agar seluruh masyarakat pangkalan khususnya dan masyarakat Karawang umumnya bisa menyadari kerugian yang akan terjadi kalau eksploitasi ini terus terjadi. 

Share This Article Facebook +Google Twitter Digg Reddit
Tags :

Subscribe

Copyright © 2015 Media Pangkalan All rights reserved.